Sejarah dan Profil Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan partai politik di Indonesia yang identik dengan organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Sejak awal berdirinya, sejarah dan profil PKB tidak dapat dipisahkan dari peran besar masyarakat Nahdliyin—sebutan bagi warga NU.
Sejarah Lahirnya PKB
PKB lahir sebagai respons terhadap dinamika politik nasional pasca tumbangnya rezim Orde Baru. Tokoh sentral di balik kelahiran partai ini adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bersama sejumlah ulama NU lainnya seperti KH Munasir Ali, KH Ilyas Ruchiyat, KH A. Mustofa Bisri, dan KH A. Muchith Muzadi.
Partai ini resmi dideklarasikan pada 23 Juli 1998 di Jakarta. Proses pembentukannya melalui berbagai tahapan musyawarah internal di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menyusul banyaknya usulan dari warga NU di berbagai daerah agar NU kembali terlibat dalam politik praktis pascareformasi.
Sebelumnya, berdasarkan keputusan Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada tahun 1984, NU telah menyatakan diri keluar dari politik praktis dan fokus pada bidang sosial-keagamaan. Namun, reformasi membawa semangat baru yang mendorong keterlibatan aktif dalam proses demokrasi melalui pendirian partai politik.
Proses Pembentukan PKB
Merespons aspirasi warga, PBNU menggelar Rapat Harian Syuriyah pada 3 Juni 1998, yang menghasilkan pembentukan Tim Lima untuk merumuskan langkah strategis. Tim ini diketuai oleh KH Ma’ruf Amin dan beranggotakan KH M. Dawam Anwar, Dr. KH Said Aqil Siroj, HM Rozy Munir, dan Ahmad Bagdja.
Tim ini kemudian diperkuat dengan Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU. Bersama-sama, kedua tim melakukan berbagai pertemuan intensif pada akhir Juni 1998 untuk merumuskan dasar pendirian partai.
Meskipun sempat muncul keraguan dari Gus Dur terkait penggabungan antara agama dan politik, ia akhirnya bersedia menjadi inisiator berdirinya partai berbasis Ahlussunnah wal Jamaah yang inklusif, terbuka, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan.
Nama dan Identitas PKB
Setelah melalui proses panjang, disepakati nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai nama resmi partai. Nama ini menggambarkan cita-cita kebangkitan nasional yang dilandasi nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.
PKB dibentuk sebagai wadah perjuangan politik bagi umat Islam, khususnya warga Nahdliyin, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, keterbukaan, dan kebhinekaan.
Lambang dan Makna Simbolik
Lambang PKB berbentuk persegi berwarna hijau, dengan gambar bola dunia dan peta Indonesia berwarna putih di tengahnya. Gambar tersebut dikelilingi oleh sembilan bintang kuning, serta terdapat tulisan “PKB” di bagian bawah lambang.
Makna dari lambang ini antara lain:
Bumi dan peta Indonesia: Melambangkan bahwa perjuangan PKB berlandaskan pada keutuhan dan kemajuan NKRI.
Sembilan bintang: Melambangkan sembilan nilai utama partai, yaitu kemerdekaan, keadilan, kebenaran, kejujuran, kerakyatan, persamaan, kesederhanaan, keseimbangan, dan persaudaraan.
Warna hijau: Simbol kemakmuran lahir dan batin, serta warna yang identik dengan Islam.
Warna putih: Menunjukkan kesucian, keikhlasan, dan kebenaran.
Warna kuning: Melambangkan semangat kebangkitan dan pembaruan demi kemaslahatan umat.
Garis persegi ganda: Simbol keseimbangan antara orientasi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual.
Profil Kepemimpinan PKB
Sejak berdiri, PKB telah mengalami tiga kali pergantian Ketua Umum:
1. Matori Abdul Djalil (23 Juli 1998 – 15 Agustus 2001)
2. Alwi Shihab (15 Agustus 2001 – 25 Mei 2005)
3. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) (25 Mei 2005 – sekarang)
Di bawah kepemimpinan Cak Imin, PKB terus mengalami perkembangan baik dalam struktur partai maupun elektabilitas politik di kancah nasional. PKB juga aktif mengusung kader-kader dari kalangan pesantren, santri, dan tokoh-tokoh NU dalam pemilu legislatif dan eksekutif.
Penutup
PKB lahir dari rahim Nahdlatul Ulama dan tetap menjaga garis perjuangannya sebagai partai yang memadukan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Sejarah PKB adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan demokrasi Indonesia pascareformasi—menjadi rumah besar bagi warga NU dan seluruh rakyat Indonesia yang cinta akan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan demokrasi.