Tantangan Pesantren di Era Modern: Menjaga Tradisi di Tengah Arus Perubahan"

Santriwati Ponpes Darussalam Bermi

Tantangan Pesantren di Era Modern: Menjaga Tradisi di Tengah Arus Perubahan"

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sering menjadi sasaran kritik, bahkan dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Banyak pertanyaan skeptis yang dilontarkan terkait pesantren, seperti mengapa ada santri yang berakhlak buruk, mengapa muncul kasus negatif di pesantren, hingga pertanyaan tentang akhlak baik yang justru ditemukan di luar pesantren. Berikut adalah penjelasan atas berbagai persepsi tersebut:

1. Mengapa Santri Banyak yang Buruk Akhlaknya?

Persepsi ini muncul karena ada harapan yang terlalu tinggi terhadap pesantren sebagai tempat yang harus mencetak individu sempurna. Padahal, pesantren bukan tempat yang menjamin setiap santri menjadi manusia sempurna atau menyerupai nabi. Pesantren hanyalah sarana yang menyampaikan ajaran dan akhlak Nabi Muhammad SAW. Keberhasilan seorang santri dalam menerapkan akhlak mulia bergantung pada kemauan dan kesadaran pribadinya.

Sejarah juga membuktikan, bahkan di zaman Nabi Muhammad SAW, tidak semua orang yang bertemu langsung dengan beliau beriman. Maka, pesantren tetap menjadi tempat terbaik untuk mendalami agama secara menyeluruh dibandingkan institusi lain yang memberikan waktu terbatas untuk pelajaran agama.

2. Mengapa Banyak Kasus Negatif di Pesantren?

Kasus negatif yang terjadi di pesantren sering kali menjadi sorotan. Namun, hal ini tidak hanya terjadi di pesantren. Bahkan, kasus seperti tawuran, peredaran narkoba, dan perilaku menyimpang lainnya lebih sering ditemukan di sekolah umum. Oleh karena itu, membandingkan pesantren dengan lembaga pendidikan lain haruslah dilakukan secara adil dengan melihat frekuensi dan jenis masalah yang muncul di masing-masing tempat.

Meski ada kasus tertentu di pesantren, ini tidak serta-merta mencerminkan pesantren sebagai institusi. Hal ini justru menjadi pengingat bahwa santri juga manusia biasa yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan berkelanjutan.

3. Mengapa Akhlak Baik Malah Ditemukan di Luar Pesantren?

Kebaikan adalah sesuatu yang universal dan bisa ditemukan di mana saja, bahkan di tempat yang tidak terduga. Namun, pesantren diibaratkan sebagai mata air yang jernih dan murni, tempat paling memungkinkan untuk mempelajari agama secara mendalam dan mendapatkan nilai-nilai kebaikan.

Jika ada individu yang telah menimba ilmu di pesantren tetapi tetap berperilaku buruk, hal tersebut bukan disebabkan oleh ajaran pesantrennya. Itu lebih kepada kegagalan individu dalam mengamalkan nilai-nilai yang telah diajarkan.

Pesantren: Sistem Pendidikan 24 Jam untuk Mencetak Generasi Berkarakter

Kehidupan di pesantren tidak hanya tentang belajar agama, tetapi juga membentuk karakter dan kedisiplinan. Dalam 24 jam, seluruh kegiatan santri telah terjadwal dengan rapi, mulai dari bangun sebelum subuh hingga tidur malam. Sistem ini mengintegrasikan ibadah, pendidikan formal, dan pembelajaran kitab kuning dalam satu lingkungan yang penuh bimbingan.

Kehidupan Sehari-Hari di Pesantren

Sebelum Subuh:

Santri dibangunkan untuk melaksanakan sholat malam, yang merupakan ibadah sunnah penuh keutamaan. Setelah itu, mereka sholat subuh berjamaah dilanjutkan dengan pengajian pagi.

Pagi hingga Siang:

Setelah sarapan, para santri mengikuti sekolah formal hingga waktu zuhur tiba. Kegiatan belajar diiringi nilai-nilai keislaman yang terus diterapkan sepanjang hari.

Zuhur:

Santri sholat berjamaah, mendengarkan kultum dari mudabbir (pembimbing), lalu makan siang dan beristirahat.

Sore:

Setelah sholat ashar berjamaah, para santri mengikuti sekolah diniyah atau pengajian kitab kuning, mendalami berbagai ilmu agama hingga waktu magrib tiba.

Malam:

Usai sholat magrib berjamaah, makan malam, dan sholat isya, santri melanjutkan kajian hingga pukul 22.00 sebelum beristirahat.

Pesantren Sebagai Solusi Disiplin dan Pendidikan Karakter

Pola hidup seperti ini sulit diterapkan di luar pesantren atau di rumah oleh sebagian besar orang tua karena kesibukan sehari-hari. Pesantren menjadi solusi untuk memastikan anak-anak mendapatkan pembelajaran agama secara intensif sekaligus membentuk kebiasaan baik.

Namun, pesantren juga tidak luput dari kekurangan. Sebagai lembaga,  keterbatasan pasti ada. Oleh karena itu, dukungan dari orang tua, masyarakat, dan semua pihak sangat penting untuk menjaga dan memperbaiki sistem pendidikan di pesantren.

Kesimpulan

Pesantren bukanlah tempat sulap yang otomatis mengubah seseorang menjadi baik, tetapi wadah untuk mendalami ilmu agama dan mengenal akhlak mulia Nabi Muhammad SAW. Keberhasilan santri menjadi pribadi yang saleh sangat bergantung pada usaha individu, doa orang tua, dan lingkungan yang mendukung.

Kritik terhadap pesantren harus diimbangi dengan pemahaman bahwa pesantren tidak pernah mengajarkan keburukan, melainkan mendidik para santri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan mengamalkan Islam secara utuh. Pesantren tetap menjadi salah satu pilar utama dalam mencetak generasi berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan.